Ketika Jaddu Krishnamurti mengetuk pintu kehidupan saya melalui ide provokatif tentang Freedom From The Known, ada bagian-bagian tertentu dari bangunan hidup ini yang berguncang. Bagaimana tidak berguncang, setelah puluhan tahun menghabiskan banyak waktu dan tenaga duduk di sekolah. Ratusan ulangan dan ujian sudah menyita demikian banyak keringat. Jutaan kejadian lewat membawa judul "pengalaman adalah guru yang terbaik". Ribuan jam telah hilang hanya untuk membaca buku, jurnal, majalah, harian, menonton tv, vcd dan masih banyak lagi sumber pengetahuan yang lain. Tiba-tiba ada ajakan dari Krishnamurti untuk membebaskan diri segera dari semua hal yang telah diketahui.
Hanya karena ketika itu umur masih muda, dorongan-dorongan mesin "kehebatan" masih menderu-deru, dan sumber motivasi berkarya yang paling banyak ketika itu adalah kekaguman orang lain, jadilah karya Krishnamurti tadi bahan-bahan yang membuat tulisan dan pembicaraan tampak hebat baju luarnya. Sayangnya, di dalamnya kosong melompong. Mirip dengan tong kosong, ketika dibunyikan memang nyaring bunyinya. Sayangnya, ketika dibuka bagian dalamnya. Yang tersisa hanyalah bukan apa-apa.
Mungkin itu yang disebut banyak sahabat bijak dengan perjalanan belajar. Sebagian orang memang mesti melalui tangga-tangga kesombongan yang memalukan. Sebagian malah melalui tangga-tangga kebodohan yang menyakitkan. Dan begitu semua ongkos belajar tadi dibayar, ada pintu-pintu kejernihan yang terbuka dengan sendirinya. Ada guru-guru kebijaksanaan yang mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Ada udara-udara segar keindahan yang masuk melalui lobang-lobang hidung. Demikian juga dengan makanan, semuanya seperti serba enak dan menyehatkan.
Menoleh ke tangga-tangga belajar masa lalu yang demikian memalukan, ada bagian dari diri ini yang tersenyum malu, ada juga bagian lain yang bersyukur. Sebab, ada rangkaian kesombongan yang sudah lewat. Diganti dengan tumpukan pelajaran penting yang membuat gunungan-gunungan kebijakan tambah tinggi.
Dulu, ide tentang membebaskan diri dari segala hal yang diketahui, memang berwajah pemberontokan. Maklum, kaca mata anak muda yang melihatnya memang suka memberontak. Sekarang, ketika kaca matanya sudah diganti dengan kaca mata lain, ide tadi sangat membebaskan. Ia lebih membebaskan dari pintu penjara manapun. Kalau pintu penjara hanya bisa membebaskan badan manusia, dan belum tentu pikiran dan jiwanya. Freedom from the known membebaskan ketiga-tiganya. Seperti malaikat bersayap yang datang dari langit, tiba-tiba ia menyambar dan membawa manusia terbang tingg-tinggi. Dan ketika di atas membekali manusia dengan sayap-sayap kokoh.
Tersentuh oleh kemampuan membebaskan yang demikian mengagumkan inilah, kemudian ada ketekunan untuk menghapus secara perlahan hal-hal yang pernah dicatat dalam memori. Menseleksi pengetahuan dan pengalaman yang ada. Mendudukkan semuanya sebatas sebagai pembantu yang duduk di bawah. Kemudian, berjalan secara perlahan ke depan dengan beban memori yang semakin sedikit.
Coba perhatikan sahabat-sahabat yang mudah kena stress. Atau mereka yang mudah sekali menambah musuh. Atau mereka yang merasa tidak pernah menemukan kebahagiaan. Atau yang paling parah ditimpa penyakit ini itu. Hampir semuanya tidak saja tidak bebas, tetapi juga terbelenggu oleh apa-apa yang mereka ketahui. Ada kejadian-kejadian masa lalu yang membuat perjalanan jadi amat berat. Ada pengetahuan masa lalu yang membuat ukuran dan kriteria di kepala, kemudian membuat hobi menghakimi jadi tambah subur. Dan ujung-ujungnya apa lagi kalau bukan musuh yang bertambah banyak. Ada rangkaian pengalaman yang membuahkan banyak kesedihan, kemudian membuat pemiliknya hidup dari satu penyesalan ke penyesalan yang lain.
Sehingga dalam totalitas, jadilah manusia seperti berjalan dengan beban gendongan yang demikian beratnya. Atau seperti kereta yang menarik demikian banyak gerbong yang tidak perlu. Tidak saja berat, susah berjalan, menghasilkan banyak stress dan penyakit, yang paling penting gagal terbang tinggi-tinggi dalam kehidupan.
Disinari oleh cahaya kejernihan seperti inilah, Krishnamurti seperti hadir kembali dalam pintu kehidupan, mengetuk dan berbisik : sudah saatnya terbang ! Entah ada atau tidak orang yang terketuk oleh Krishnamurti. Yang jelas, apapun kejadian yang telah lewat, manusia manapun tidak bisa kembali untuk memperbaikinya. Berhandai-handai seolah-olah bisa melakukan sesuatu yang lebih baik di masa lalu, hanya akan memperpanjang daftar penyesalan. Neale Donald Walsch penulis Conversation with God yang jernih itu pernah menulis : semuanya sudah sempurna !
Demikian juga dengan pengetahuan dan pengalaman. Ia tidak lebih dari sekadar jembatan-jembatan pemahaman. Sebagimana jembatan yang sebenarnya, begitu ia berhasil dilewati tidak ada pilihan lain terkecuali meninggalkannya di belakang. Mengingat-ingat serta menghafal pengetahuan secara berlebihan, atau menyimpan rapi pengalaman (baik maupun buruk) dalam kotak memori, mirip dengan memeluk jembatan erat-erat. Kalau kemudian perjalanan terhenti di jembatan, itu adalah harga yang harus dibayar.
Perjalanan hidup memang pilihan sekaligus hak masing-masing orang. Saya sudah lama belajar untuk berhenti menghakimi. Dalam perjalanan belajar berhenti menghakimi ini, ada yang berbisik dari dalam sini : mari kita terbang !
Hanya karena ketika itu umur masih muda, dorongan-dorongan mesin "kehebatan" masih menderu-deru, dan sumber motivasi berkarya yang paling banyak ketika itu adalah kekaguman orang lain, jadilah karya Krishnamurti tadi bahan-bahan yang membuat tulisan dan pembicaraan tampak hebat baju luarnya. Sayangnya, di dalamnya kosong melompong. Mirip dengan tong kosong, ketika dibunyikan memang nyaring bunyinya. Sayangnya, ketika dibuka bagian dalamnya. Yang tersisa hanyalah bukan apa-apa.
Mungkin itu yang disebut banyak sahabat bijak dengan perjalanan belajar. Sebagian orang memang mesti melalui tangga-tangga kesombongan yang memalukan. Sebagian malah melalui tangga-tangga kebodohan yang menyakitkan. Dan begitu semua ongkos belajar tadi dibayar, ada pintu-pintu kejernihan yang terbuka dengan sendirinya. Ada guru-guru kebijaksanaan yang mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Ada udara-udara segar keindahan yang masuk melalui lobang-lobang hidung. Demikian juga dengan makanan, semuanya seperti serba enak dan menyehatkan.
Menoleh ke tangga-tangga belajar masa lalu yang demikian memalukan, ada bagian dari diri ini yang tersenyum malu, ada juga bagian lain yang bersyukur. Sebab, ada rangkaian kesombongan yang sudah lewat. Diganti dengan tumpukan pelajaran penting yang membuat gunungan-gunungan kebijakan tambah tinggi.
Dulu, ide tentang membebaskan diri dari segala hal yang diketahui, memang berwajah pemberontokan. Maklum, kaca mata anak muda yang melihatnya memang suka memberontak. Sekarang, ketika kaca matanya sudah diganti dengan kaca mata lain, ide tadi sangat membebaskan. Ia lebih membebaskan dari pintu penjara manapun. Kalau pintu penjara hanya bisa membebaskan badan manusia, dan belum tentu pikiran dan jiwanya. Freedom from the known membebaskan ketiga-tiganya. Seperti malaikat bersayap yang datang dari langit, tiba-tiba ia menyambar dan membawa manusia terbang tingg-tinggi. Dan ketika di atas membekali manusia dengan sayap-sayap kokoh.
Tersentuh oleh kemampuan membebaskan yang demikian mengagumkan inilah, kemudian ada ketekunan untuk menghapus secara perlahan hal-hal yang pernah dicatat dalam memori. Menseleksi pengetahuan dan pengalaman yang ada. Mendudukkan semuanya sebatas sebagai pembantu yang duduk di bawah. Kemudian, berjalan secara perlahan ke depan dengan beban memori yang semakin sedikit.
Coba perhatikan sahabat-sahabat yang mudah kena stress. Atau mereka yang mudah sekali menambah musuh. Atau mereka yang merasa tidak pernah menemukan kebahagiaan. Atau yang paling parah ditimpa penyakit ini itu. Hampir semuanya tidak saja tidak bebas, tetapi juga terbelenggu oleh apa-apa yang mereka ketahui. Ada kejadian-kejadian masa lalu yang membuat perjalanan jadi amat berat. Ada pengetahuan masa lalu yang membuat ukuran dan kriteria di kepala, kemudian membuat hobi menghakimi jadi tambah subur. Dan ujung-ujungnya apa lagi kalau bukan musuh yang bertambah banyak. Ada rangkaian pengalaman yang membuahkan banyak kesedihan, kemudian membuat pemiliknya hidup dari satu penyesalan ke penyesalan yang lain.
Sehingga dalam totalitas, jadilah manusia seperti berjalan dengan beban gendongan yang demikian beratnya. Atau seperti kereta yang menarik demikian banyak gerbong yang tidak perlu. Tidak saja berat, susah berjalan, menghasilkan banyak stress dan penyakit, yang paling penting gagal terbang tinggi-tinggi dalam kehidupan.
Disinari oleh cahaya kejernihan seperti inilah, Krishnamurti seperti hadir kembali dalam pintu kehidupan, mengetuk dan berbisik : sudah saatnya terbang ! Entah ada atau tidak orang yang terketuk oleh Krishnamurti. Yang jelas, apapun kejadian yang telah lewat, manusia manapun tidak bisa kembali untuk memperbaikinya. Berhandai-handai seolah-olah bisa melakukan sesuatu yang lebih baik di masa lalu, hanya akan memperpanjang daftar penyesalan. Neale Donald Walsch penulis Conversation with God yang jernih itu pernah menulis : semuanya sudah sempurna !
Demikian juga dengan pengetahuan dan pengalaman. Ia tidak lebih dari sekadar jembatan-jembatan pemahaman. Sebagimana jembatan yang sebenarnya, begitu ia berhasil dilewati tidak ada pilihan lain terkecuali meninggalkannya di belakang. Mengingat-ingat serta menghafal pengetahuan secara berlebihan, atau menyimpan rapi pengalaman (baik maupun buruk) dalam kotak memori, mirip dengan memeluk jembatan erat-erat. Kalau kemudian perjalanan terhenti di jembatan, itu adalah harga yang harus dibayar.
Perjalanan hidup memang pilihan sekaligus hak masing-masing orang. Saya sudah lama belajar untuk berhenti menghakimi. Dalam perjalanan belajar berhenti menghakimi ini, ada yang berbisik dari dalam sini : mari kita terbang !
0 komentar
Posting Komentar